Gerakan Massa Batuan (Mass Wasting atau Mass Movement) yaitu perpindahan/gerakan massa batuan/tanah yang ada di lereng oleh pengaruh gaya berat (gravitasi) atau kejenuhan massa air.
Terjadi pada lereng yang labil, yaitu lereng yang gaya menarik (shear strees)nya > gaya menahan (shear strenght). Untuk lereng stabil (shear strenght) > shear (stress) tidak terjadi gerakan massa batuan.
Faktor-Faktor Pengontrol Mass Wasting
a. Kemiringan lereng: makin besar sudut kemiringan lereng dari suatu bentuk lahan semakin besar peluang terjadinya mass wasting, karena gaya berat semakin besar pula.
b.Relief lokal: terutama yang mempunyai kemiringan lereng cukup besar, misalnya kubah, perbukitan mempunyai peluang yang besar untuk terjadi mass wasting.
c. Ketebalan hancuran batuan/debris di atas batuan dasar: makin tebal hancuran batuan yang berada di atas batuan dasar, makin besar pula peluang untuk terjadinya mass wasting,karena permukaan yang labil makin besar pula.
d. Orientasi bidang lemah dalam batuan: pada umumnya mass wasting akan mengikuti alur bidang lemah dalam batuan, karena orientasi bidang lemah tersebut akan lapuk lebih dahulu kemudian materi yang lapuk akan bergerak. Bidang lemah itu berupa kekar, retakan atau diabas.
e. Iklim: kondisi iklim di suatu daerah akan menentukan cepat/lambatnya gerakan massa batuan. Bagi daerah yang beriklim basah cenderung mempunyai tingkat kejenuhan air pada massa batuan tinggi, sehingga peluang terjadinya mass wasting juga besar. Untuk daerah beriklim kering, pelapukan fisik cukup intensif sehingga permukaan bentuk lahan menjadi daerah yang labil karena timbunan hancuran batuan menjadi semakin tebal. Akibat berikutnya terjadinya mass wasting. Seperti daerah beriklim kering, daerah beriklim dingin juga intensif mengalami pelapukan fisik sebagai akibat proses beku celah (kryoturbasi) sehingga peluang terjadinya mass wasting juga besar.
f. Vegetasi: daerah yang tertutup oleh vegetasi/tumbuh-tumbuhan peluang untuk terjadi mass wasting kecil, karena vegetasi dapat menahan laju gerakan massa batuan di permukaan.
7. Gempa bumi: daerah yang sering mengalami gempa bumi cenderung labil, sehingga peluang terjadinya mass wasting besar.
8. Tambahan material di bagian atas lereng: di daerah gunung api aktif sering terjadi penambahan material di bagian atas lereng akibat letusan, sehingga akan memperbesar peluang terjadinya mass wasting. Contoh: kubah lava Merapi makin lama makin besar pada saat erupsi sehingga menyebabkan guguran lava ke lereng di bawahnya.
Secara ringkas Lobeck (1939) mengklasifikasi Mass Wasting seperti tabel berikut:
Terjadi pada lereng yang labil, yaitu lereng yang gaya menarik (shear strees)nya > gaya menahan (shear strenght). Untuk lereng stabil (shear strenght) > shear (stress) tidak terjadi gerakan massa batuan.
Faktor-Faktor Pengontrol Mass Wasting
a. Kemiringan lereng: makin besar sudut kemiringan lereng dari suatu bentuk lahan semakin besar peluang terjadinya mass wasting, karena gaya berat semakin besar pula.
b.Relief lokal: terutama yang mempunyai kemiringan lereng cukup besar, misalnya kubah, perbukitan mempunyai peluang yang besar untuk terjadi mass wasting.
c. Ketebalan hancuran batuan/debris di atas batuan dasar: makin tebal hancuran batuan yang berada di atas batuan dasar, makin besar pula peluang untuk terjadinya mass wasting,karena permukaan yang labil makin besar pula.
d. Orientasi bidang lemah dalam batuan: pada umumnya mass wasting akan mengikuti alur bidang lemah dalam batuan, karena orientasi bidang lemah tersebut akan lapuk lebih dahulu kemudian materi yang lapuk akan bergerak. Bidang lemah itu berupa kekar, retakan atau diabas.
e. Iklim: kondisi iklim di suatu daerah akan menentukan cepat/lambatnya gerakan massa batuan. Bagi daerah yang beriklim basah cenderung mempunyai tingkat kejenuhan air pada massa batuan tinggi, sehingga peluang terjadinya mass wasting juga besar. Untuk daerah beriklim kering, pelapukan fisik cukup intensif sehingga permukaan bentuk lahan menjadi daerah yang labil karena timbunan hancuran batuan menjadi semakin tebal. Akibat berikutnya terjadinya mass wasting. Seperti daerah beriklim kering, daerah beriklim dingin juga intensif mengalami pelapukan fisik sebagai akibat proses beku celah (kryoturbasi) sehingga peluang terjadinya mass wasting juga besar.
f. Vegetasi: daerah yang tertutup oleh vegetasi/tumbuh-tumbuhan peluang untuk terjadi mass wasting kecil, karena vegetasi dapat menahan laju gerakan massa batuan di permukaan.
7. Gempa bumi: daerah yang sering mengalami gempa bumi cenderung labil, sehingga peluang terjadinya mass wasting besar.
8. Tambahan material di bagian atas lereng: di daerah gunung api aktif sering terjadi penambahan material di bagian atas lereng akibat letusan, sehingga akan memperbesar peluang terjadinya mass wasting. Contoh: kubah lava Merapi makin lama makin besar pada saat erupsi sehingga menyebabkan guguran lava ke lereng di bawahnya.
Secara ringkas Lobeck (1939) mengklasifikasi Mass Wasting seperti tabel berikut:
Tipe Gerak
|
Kecepatan
|
|||
< 1 cm/th
|
1 mm/hari – 10 km/jam
|
1 5 km/jam
|
> 4 km/jam
|
|
Flow
|
Creep Debris
|
Earth Flow Without slump
|
Mudflow debris
Jenuh air
|
Rock avalanche Bed rock
Debris avalanches Debris
|
Slip
|
|
Earth Flow Debris
Earth Flow with slumping
|
|
Rock slide
Bed Rock
Debris slide Debris
|
Fall
|
|
|
|
Rock fall
Bed rock
Debris fall debris
|
Penjelasan lebih rinci dari klasifikasi Mass wasting adalah sebagai berikut:
a. Slow Flowage (gerakan lambat)
1) Rayapan tanah (soil creep) yaitu gerakan massa tanah/batuan secara lambat ( <1 cm/tabun) menuruni lereng, sebagai akibat gravitasi. Oleh karena gerakan ini sangat lambat maka tidak dapat dilihat prosesnya, melainkan hanya dapat diketahui gejalanya, yaitu tiang, pohon, bangunan miring di tempat terjadinya gerakan.
2). Talus Creep: adalah rayapan puing-puing hasil pelapukan yang tertimbun di suatu lereng. Terjadi karena pengaruh gravitasi, yang tertimbun disuatu lereng. Terjadi karena pengaruh gravitasi, yang dibantu oleh air atau salju sebagai pendorong.
3). Rock creep: yaitu gerakan massa batuan secara lambat menuruni lereng, disebabkan karena gravitasi.
4). Rock Glacier creep: yaitu gerakan massa batuan secara lambat menuruni lereng daerah bersalju.
• Solifluction: adalah gerakan massa batuan setengah mengalir di darah beriklim dingin. Terjadi pada peralihan musim dingin-semi, massa batuan menjadi jenuh air bergerak di atas batuan kedap. Materi yang bergerak berasal dari pelapukan beku celah (kryoturbassi). Lapisan kedap di bawah batuan jenuh air disebut permafrost (lapisan yang tetap beku).
b. Rapid Flowage (gerakan cepat)
Gerakan ini dikontrol oleh kejenuhan air pada massa batuan.
1) Earth Flow adalah aliran massa batuan yang jenuh air menuruni lereng.
Gerakan/aliran ini dibedakan:
1) Earth Flow murni, alirannya sejajar permukaan.
2) Gabungan earth flow dan mendatar (slumping, kadang-kadang alirannya intermittent dan mengalami rotasi ke belakang (back ward rotation).
2) Mud Flow yaitu aliran hancuran batuan halus yang bereampur dengan air melalui lembah-lembah (saluran), terjadi di daerah beriklim kering.
* Penyebabnya adalah:
- Material tidak kompak, melicin jika basah;
- berada di lereng terjal;
- ada air yang bergerak; dan
- vegetasi jarang.
*Perbedaan dengan earth flow:
- Earth flow, alirannya lebih lambat;
- Earth flow, tidak terjadi pada lembah/saluran;
- Earth flow, kejenuhan air lebih rendah;
- Earth flow, tidak ada karakteristik di daerah kering.
3). Debris Avalance: yaitu aliran (setengah longsor) pada batuan dasar menuruni lereng. Gerakan ini berada di daerah yang mempunyai batuan dasar kedap yaitu: bersalju atau volkanik. Contoh: daerah batu gamping berada di atas batuan volkanik; daerah clay (tanah liat) berada di atas batuan volkanik.
c. Very Rapid Flowage (gerakan sangat cepat) Gerakan ini didominasi pengaruh gravitasi.
1) Slumping (Nendatan), yaitu gerakan longsor berulang-ulang pada lereng curam (inttermitten), mengalami rotasi ke belakang (back ward rotation).Ciri khas gerakan ini ditandai oleh bentuk Terraceet.
2)Debris Slide, yaitu luncuran puing-puing/pecahan batuan di atas bidang batas/bidang retakan yang miring.
3). Rock Slide, adalah gerakan batuan meluncur di atas bidang batas lapisanlbidang retakan yang miring. Proses dipercepat apabila bagian bawah digali/tererosi (under cutting).
4) Debris Fall, yaitu hancuranlpuing-puing batuan yang jatuh bebas pada tebing terjal.
5) Rock Fall, adalah bongkahan batuan yang jatuh bebas pada tebing terjal. Terjadi karena bagian bawah tebing terkikis oleh sungai, gelombang atau manusia.
Cara Untuk Mencegah Gerakan Massa Batuan antara lain:
1) Menanami lereng dengan tumbuh-tumbuhan/dihutankan.
2)Membuat teras-teras pada lereng.
3) Bangunan di lereng dibuatkan beton penahan.
4) Apabila bagian bawah lereng dipotong/digali untuk keperluan tertentu, perlu dibuatkan saluran pembuangan air di bawah tanah.
5) Apabila membangunjalan di daerah pegunungan perhatikan arah kemiringan batuan. Bagian yang dibangun pada sisi yang stabil.
6) Menahan batuan agar tidak bergeser sepanjang bidang lemah batuan (bidang batas lapisan, bidang retakan).
Cara yang dilakukan: di bor sampai batuan dasar; atau masukkan mor- disemen- beri baut- pasang lempeng baja di permukaan - disekrup.