Secara alamiah masing-masing
wilayah mempunyai karasteristik geografis yang bersifat unik.Hal ini di
pengaruhi oleh perbedaan-perbedaan dalam hal
geologi,topografi,iklim,flora,fauna,lokasi geografis dsb.Sebagai contoh
hongkong yang kondisi tananhnya terdiri dari batu karang dan batu gamping
dengan adanya karsteristik seperti ini kalau manusia diwilayah tersebut
berkeinginan memanfaatkan untuk lahan pertanian pasti tidak akan berhasil,namun
karena mereka melihat karang dan batu kapur dari sudut keungulanya yaitu
mantabnya tanah batu karang dan kapur untuk landasan bangunan yang besar dan
tinggi,maka dibangunlah Hongkong dengan gedung-gedung besar dan
tinggipecakarlangit untuk pusat perdagangan dunia.aMaka dari contoh tersebut
menunjukan bahwa kita perlu mempertimbangkan keungulan komparatif suatu wilayah
dengan cara mengkaji karasteristik suatu wilayah.
Namun
agar pertimbangan kajian wilayah tersebut komprehensif maka selain mengevaluasi
karasteristik fisik suatu wilayah perlu juga dievaluasi interaksi wilayah
tersebut dengan manusia yang ada di sekitarnya.Sebagai contoh wilayah irian
jaya.Di beberapa lokasi kondisi sumber daya tanahnya cukup subur untuk tanaman
padi dan bahkan munkin lebih subur dibangdingkan dengan dijawa,namun dengan
pertimbangan non fisiik seperti kependudukan,social,budaya dsb,tentunya tidak
bijaksana kalau wilayah tersebut langsung di jadikan sawah dengan irigasi
teknis.Apalagi kalau wilayah tersebut masih dihuni oleh penduduk asli yang
secara turun temurun mempunyai makanan pokok sagu dan umbi-umbian.contoh lain
masih banyak yang bisa dikemukakan.keinginan untuk secepatnya meningkatkan
pendapatan nasional dengan mengeksploitasi sumber daya alam,namun tidak
mempertimbangkan yang telah berlangsung secara turun temurun menyebabkan
keterasingan penduduk local dengan wilayahnya.
Dampak
yang akan dipetik dikemudian hari adalah biaya social yang tinggi.Dampak
terhadap sumber daya alam adalah menurunya kualitas sumber daya alam
tersebut.misalnya terjadi penyerobotan dan pengambilan hasil secara
illegal,tidak peduli dengan kerusakan lingkungan karena tiadanya rasa
memiliki,pembakaran hutan dsb,Semua itu akhinya akan menyebabkan
problema-problema social yang akut.
Pembangunan
baik nasional maupun regional yang selama ini memakai pendekatan sektoral pada
hakikatnya lebih menekankan wilayah.Pertimbangan social,budaya,demografi dan
aspek non fisik lainya lebih bersifat pertimbangan penunjang.bahkan pada
proyek-proyek yang berskala nasional pertimbangan yang paling dominan kerap
sekali yang dominan adalah pertimbangan politik seperti misalnya pada proyek
lahan gambut 1 juta ha untuk sawah di Kalimantan.Dalam proyek besar tersebut
kurang sekali mengindangkan pertimbangan krasteristik geografis baik unsur fisik alaminya maupun non alamiahnya,sehingga
pada akhirnya gagal total.
Disadari
bahwa permasalahan itu timbul banyak kebijaksanaan pembangunan wilayah selama
ini tidak di tepati dengan pendekatan yang bersifat komperhensif dan mengadakan
keunikan atau krasteristik suatu wilayah yang terbentuk mulai factor alam
maupun manusia yang da di dalamnya berserta interaksinya
Dengan
adanya UU no.22 tahun 1999 tentang otonomi daerah,pendekatan pembangunan
seharusnya berupa pendekatan sektoral ke pendekatan yang mempertimbangkan
berdasarkan krasteristik geografi wilayah artinya pembangunan apa dan kapan
harus yang dilaksananakan lebih banyak didasarkan pada kondisi alamiah dan penduduk
setempat serta interaksi dua aspek tersebut pendekatan seperti ini akan lebih
demokratis dibandingkan misalnya pembangunan yang hanya ditentukan oleh
pemerintah pusat dengan pertimbangan berdasarkan karasteristik geografis
sebagaimana yang dimaksud diatas maka berarti pembangunan yang akan
dilaksanakan sekaligus akan memenuhi aspirasi maupun aspirasi masyarakat dan
kondisi potensi fisik wilayahnya pemerintah pusat tinggal memantau dan
memberikan pengarahan pada aspek-aspek yang kurang harmonis pada pembangunan
yang menyangkut antar wilayah dimana kewenangananya memang ada di pemerintahan
pusat
Sepanjang
pembangunan daerah dalam memenuhi aspirasi masyarakat setempat dan berdasarkan
krasteristiknya geografisnya,maka jika pembangunan tersebut tidak menganggu
terhadap keharmonisan antar wilayah,sebaiknya pemerintah pusat memberikan
kebebasan kepada daerah yang bersangkutan
Sumber: Pengembangan wilayah berkelanjutan,prof.Dr.Sumarmi,M.Pd hal 51-53